Konsep Nilai Waktu Uang Dalam Pandangan Islam


Pengertian konsep nilai waktu uang dalam keuangan konvensional

Dalam ekonomi konvensional, definisi yang sering digunakan untuk menjelaskan pengertian nilai waktu uang (time value of money) adalah "A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return" . Definisi ini mengandung arti bahwa uang saat ini selalu lebih berharga dibandingkan dengan uang pada saat yang akan datang, karena uang yang diterima pada saat ini akan dapat diinvestasikan untuk memperoleh hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Konsep yang mendasari nilai waktu uang adalah nilai uang pada waktu yang berbeda tidaklah sama, artinya terjadinya perbedaan nilai uang saat ini dengan nilai uang di masadepan yang terjadi karena adanya unsur waktu.

Faktor yang menghubungkan nilai waktu adalah tingkat diskonto yang diproksi dengan tingkat bunga. Konsep ini dikembangkan dari berbagai teori bunga (theory of interest), dari berbagai pandangan para ekonom kapitalis sepanjang masa. Dalam classical theory of interest tokoh yang sangat terkenal adalah Adam Smith dan David Ricardo, mereka berpendapat bahwa bunga merupakan kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam (borrower) kepada si pemberi pinjaman (lender) sebagai balas jasa atas keuntungan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan.

Kemudian Bohm Bawerk, pengembang teori bunga austrian, berpendapat bahwa orang akan merasa senang dengan barang yang ada sekarang daripada barang yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Dalam teori moneter konvensional alasan pembayaran bunga adalah berupa tindakan opportuniti untuk memperoleh keuntungan dari meminjamkan uang. Keynes menyebutnya sebagai motif spekulasi dari permintaan akan uang (liquidity preference).

Motif ini didefinisikan sebagai usaha untuk menjamin keuntungan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, menurut konsep nilai waktu uang mengambil bunga uang sangatlah logis sebagai ganti dari penurunan daya beli uang selama dipinjamkan.

Terdapat dua alasan utama yang mendasari munculnya konsep nilai waktu uang, yaitu, (1) Presence of inflation, dengan memasukan tingkat inflasi dalam perekonomian. Dapat dimisalkan, katakanlah tingkat inlasi sebesar 10% per tahun. Seseorang dapat membeli 10 unit komoditas pada hari ini hanya dengan membayar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), namun bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama yaitu Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), maka ia hanya dapat membeli 9 unit komoditas yang sama. Oleh karena itu, ia akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat inflasi. (2) Preference present consumption to future consumption, bagi kebanyakan individu, present consumption lebih disukai daripada future consumption. Katakanlah jika tingkat inflasi samadengan nol, sehingga dengan uang Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) seseorang tetap dapat membeli 10 unit komoditas pada hari ini maupun pada tahun depan.

Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi 10 unit komoditas saat ini lebih disenangi daripada mengkonsumsi 10 unit komoditas pada tahun depan. Dengan alasan ini, walaupun tingkat inflasi nihil, Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) lebih disukai dan dikonsumsi hari ini. Oleh sebab itu, untuk menunda konsumsi, ia mensyaratkan kompensasi.10 Dua alasan lainnya yang mendasari munculnya konsep nilai waktu uang yaitu, (1) adanya aspek risiko (ketidakpastian) atas uang yang diterima dimasa datang. Peristiwa atau kehidupan manusia dimasa datang bersifat tidak pasti, sedangkan uang yang diterima saat ini sangat jelas dan pasti. (2) adanya opportunity cost (biaya kehilangan kesempatan) yang terjadi karena tidak memiliki uang lebih awal untuk diinvestasikan. Jika uang tersebut diterima lebih awal, maka akan dapat digunakan untuk kegiatan investasi yang akan memungkinkan untuk mendapat keuntungan. Namun jika terjadi penundaan penerimaan uang, maka tertundanya penerimaan uang diartikan sebagai kehilangan peluang untuk mendapatkan keuntungan, sehingga penundaan penerimaan uang menjadi dasar bagi pengenaan sejumlah uang tertentu untuk menutup kerugian karena kehilangan kesempatan untuk berinvestasi jika uang diterima pada waktu sekarang.

Pengertian simple interest, compound interest, dan annuity interest

Terdapat 3 (tiga) alasan yang mendasari mengapa uang hari ini lebih bernilai dibandingkan dengan uang di masa yang akan datang yaitu, (1) uang kehilangan nilainya dari waktu ke waktu. Daya beli uang yang terus menerus jatuh terutama disebabkan oleh adanya inflasi dalam perekonomian yang dapat menurunkan daya beli terhadap suatu komoditas. (2) uang memiliki biaya kesempatan. Jika seorang memiliki uang hari ini, maka ia akan dapat menginvestasikan uang tersebut dalam beberapa usaha bisnis, dengan demikian akan meningkatkan jumlah uang seseorang di masa depan. Dalam analisis konvensional, pendapatan bunga merupakan salah satu biaya kesempatan dari uang. (3) ketidakpastian arus kas masa depan. Arus kas masa depan adalah harapan saja. Oleh karena itu, arus kas masa depan tidak pasti dan berisiko. Orang menghargai arus kas sekarang karena lebih bernilai dibandingkan dari arus kas masa depan.

Nilai waktu uang dapat dijelaskan dengan beberapa konsep,yaitu :

1.     Tingkat Bunga

Pandangan ekonomi konvensional terhadap adanya nilai waktu dari uang dapat membuat investor mempunyai kesempatan menyimpan uang yang diterima sekarang dalam suatu bentuk investasi dan mendapatkan bunga (interest). Dengan adanya kepastian arus kas, tingkat bunga dapat digunakan untuk menyatakan nilai waktu dari uang. Tingkat bunga memungkinkan untuk menyesuaikan nilai arus kas yang diterima atau dibayarkan pada waktu tertentu ke suatu waktu yang berbeda. Tingkat bunga terbagi kepada dua, yaitu (1) tingkat bunga sederhana, (simple interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima berdasarkan pada nilai asli, atau nilai pokok, yang dipinjam atau dipinjamkan. Nilai mata uang dari tingkat bunga sederhana merupakan fungsi dari tiga variabel : jumlah uang yang dipinjam atau dipinjamkan atau nilai pokok, tingkat bunga per periode waktu dan jumlah periode waktu dimana nilai pokok tersebut dipinjam atau dipinjamkan. (2) Tingkat Bunga Majemuk (compound interest) adalah bunga yang dibayarkan atau diterima dari suatu pinjaman (investasi) ditambahkan pada nilai pokoknya secara periodik. Menunjukkan bahwa bunga dari suatu pokok pinjaman juga akan dikenakan atau memperoleh bunga pada periode selanjutnya. Dengan demikian, bunga diterima dari bunga dan nilai pokok periode sebelumnya. Pengaruh penggunaan tingkat bunga majemuk terhadap nilai suatu investasi setelah melewati masa tertentu sangat besar bila dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh tingkat bunga sederhana. Perbedaan besar antara pengaruh tingkat bunga sederhana dan majemuk ini disebabkan oleh pengaruh bunga-berbunga atau bunga majemuk tersebut. Konsep bunga majemuk dapat digunakan memecahkan berbagai masalah keuangan secara luas dalam ekonomi konvensional.

2.     Nilai yang Akan Datang (Future Value)

Uang yang ditabung hari ini (present value) akan berkembang menjadi sebesar future value karena mengalami proses bunga-berbunga (compounding). Jadi future value adalah nilai di masa mendatang dari uang yang ada sekarang. Future value dapat dihitung dengan konsep bunga majemuk dengan asumsi bunga atau tingkat keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi tidak diambil (dikonsumsi) tetapi diinvestasikan kembali. Nilai uang di masa mendatang (future value) ditentukan oleh tingkat suku bunga tertentu yang berlaku di pasar keuangan.

3.     Nilai Sekarang (Present Value)

Present value atau nilai sekarang merupakan kebalikan dari future value yaitu besarnya jumlah uang pada permulaan periode atas dasar tingkat bunga tertentu dari sejumlah uang yang baru akan diterima beberapa waktu atau periode yang akan datang. Jadi present value (nilai sekarang) menghitung nilai uang pada waktu sekarang bagi sejumlah uang yang baru akan kita miliki beberapa waktu kemudian.Proses mencari present value disebut dengan melakukan proses diskonto (discounting). Present value dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari suatu nilai yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang. Discounting adalah proses menghitung nilai sekarang dari sejumlah uang yang akan diterima atau dibayar di masa mendatang

4.     Future Value Annuity

Annuitas didefinisikan sebagai suatu pembayaran berkala dari suatu jumlah yang tetap selama waktu tertentu. Pembayaran dapat dilakukan pada setiap akhir periode atau awal periode.

5.     Present Value Annuity

Annuitas didefinisikan sebagai suatu penerimaan berkala dari suatu jumlah yang tetap selama waktu tertentu. Pembayaran dapat dilakukan pada setiap akhir periode atau awal periode.

Dalam teori ekonomi konvensional diakui bahwa nilai waktu uang menjadi bagian penting dari suatu bisnis, dikarenakan tujuan berbisnis adalah laba, saat ini laba dapat diperoleh dengan menerapkan konsep nilai waktu uang dalam pengelolaannya. Contohnya, uang sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) saat ini tidak akan sama nilai instrinsiknya dengan Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) setelah satu tahun mendatang. Seseorang yang rasional akan lebih menyukai dan memilih uang sejumlah Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) saat ini dibandingkan dengan Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) satu tahun mendatang, karena jika seseorang menerima Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) pada saat ini, maka dia akan bisa menginvestasikan uang tersebut pada tingkat keuntungan tertentu (misalkan 10%), sehingga dia akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 100.000,- selama setahun. Karena itu Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) saat ini dianggap setara dengan Rp 1.100.000,- setelah satu tahun mendatang pada tingkat keuntungan 10%. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa uang hari ini memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan uang dimasa yang akan datang walaupun jumlahnya sama.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, tidak ada perbedaan antara uang dengan komoditas, uang merupakan komoditas, sehingga uang bisa diperjualbelikan dengan harga yang disepakati, bebas dispekulasikan. Selain itu uang juga memiliki nilai waktu dan seseorang bila menggunakan uang orang lain maka ia harus mengembalikannya berdasarkan nilai waktunya yang ditentukan dengan bunga. Konsep nilai waktu uang berupa anggapan bahwa uang itu dapat berkembang seperti makhluk hidup, memiliki pertumbuhan bertahap sehingga nilai uang hari ini akan berbeda dengan nilai uang itu di masa depan. Pada sistem kapitalis uang dapat dihasilkan dari uang tanpa adanya usaha seperti penggunaan uang untuk pembelian modal, seperti disimpan di bank, uang dapat bertambah dengan sendirinya, uang dapat digunakan sebagai modal untuk memperoleh lebih banyak keuntungan tanpa mengkombinasikannya dengan barang lain. Sebagai contoh uang Rp 50.000,- dijadikan modal untuk disimpan di bank dengan bunga 5% per tahun, maka setelah satu tahun jumlahnya akan bertambah menjadi Rp 52.500,-.Dalam hal pinjam-meminjam uang, apabila suatu pihak meminjamkan uang kepada pihak lain, maka pihak yang meminjam harus mengembalikan uang tersebut dengan mengikuti konsep nilai waktu uang. Jika seseorang meminjam 10.000.000,- dalam jangka waktu dua tahun dengan bunga 20% per dua tahun, maka ia wajib mengembalikan uang yang dipinjamnya sebesar Rp 12.000.000,- dikarenakan nilai uang dua tahun setelah waktu peminjaman sudah berubah berdasarkan bunga yang sudah ditetapkan sebelumnya. Apabila peminjam berniat menggunakan uangnya untuk modal usaha, pada suatu saat usahanya rugi sehingga seluruh uang yang dipinjam habis, maka ia tetap memiliki tanggungan untuk membayar kembali pinjaman tersebut sebesar Rp.12.000.000,-.

Ajaran islam tentang riba dalam konteks kekinian

Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Sistem ekonomi konvensional menganggap uang tidak hanya sebagai alat tukar namun juga bisa berfungsi untuk memperoleh pendapatan. Sehingga dalam hal ini uang seringkali diartikan secara bolak balik, yaitu uang sebagai uang (alat tukar), dan uang sebagai modal (spekulasi). Dalam sistem ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas bahwa uang adalah uang. Dalam ekonomi Islam uang hanya berfungsi dan diakui sebagai alat tukar (medium of exchange) dan sebagai kesatuan hitung (unit of account). Hal ini dipertegas dengan pendapat para ulama dan ilmuwan sosial Islam seperti Al Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnul Qayyim Al Jauziyyah, Ibnu Abidin yang menegaskan bahwa fungsi uang hanya sebagai alat tukar 14. Fungsi spekulasi dalam pengertian Keynes tidak akan pernah ada dalam pandangan ekonomi Islam, karena dalam ekonomi Islam uang itu sendiri tidak memberikan manfaat, tetapi fungsi uanglah yang akan memberikan kegunaan. Uang akan berguna jika ditukarkan dengan barang nyata atau jika dibelikan jasa. Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam uang tidak dapat dijadikan komoditas dan diperdagangkan. Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (public goods). Barangsiapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif maka berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses kelancaran jual beli. Penumpukan uang juga akan mendorong manusia kepada sifat tidak baik seperti rakus, tamak, malas, malas beramal.Oleh karena itu Islam melarang penimbunan uang (harta), memonopoli uang (harta), sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran dalam surat At- Taubah 34-35.

Q.S. At-Taubah 34-35 :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ ٣٤ يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ ٣٥

 

Artinya : 34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. 35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." Disamping itu, uang yang tidak produktif akan semakin berkurang karena adanya kewajiban zakat bagi umat Islam, oleh karena itu uang harus berputar. Islam menganjurkan bisnis (perdagangan), investasi di sektor riil. Uang yang berputar di sektor riil akan memberikan pendapatan bagi masyarakat banyak yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli mereka terhadap suatu komoditas.

Perspektif islam tentang konsep nilai waktu dan uang

Teori konvensional meyakini bahwa uang saat ini lebih bernilai daripada uang pada masa depan. Teori ini berangkat dari pehamaman bahwa uang merupakan sesuatu yang berharga dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Dengan memegang uang, orang akan dihadapkan pada risiko berkurangnya nilai uang karena inflasi, sementara jika uang disimpan dalam bentuk surat berharga maka akan mendapatkan keuntungan berupa bunga yang diperkirakan diatas inflasi yang terjadi. Namun teori nilai waktu uang ini tidak akurat karena kondisi ekonomi tidak selalu menghadapi inflasi, namun kadangkala kondisi ekonomi juga menghadapi deflasi.

Munculnya deflasi akan menimbulkan preferensi waktu negatif diabaikan oleh teori ekonomi konvensional. Sementara itu, ekonomi Islam memandang waktulah yang memiliki nilai ekonomis (penting). Pentingnya waktu disebutkan Allah, SWT dalam Q.S. Al-Ashr : 1-3,

وَالْعَصْرِۙ(١) اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ (٢) اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ - (٣)

 

Artinya : 1.Demi masa. 2.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. Kecuali orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Atas dasar pemikiran ini, maka dalam sistem ekonomi Islam, tidak akan terjadi konsep nilai waktu uang seperti yang terjadi dalam ekonomi konvensional. Jika dilihat dari surat al- Ashr ayat 1 (satu) sampai ayat 3 (tiga) diatas dapat dikatakan bahwa setiap orang memiliki jumlah waktu yang sama secara kuantitas, tetapi yang membedakan adalah kualitasnya. Semua orang memiliki waktu 24 jam dalam sehari, namun nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang lain. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya.

Efisiensi dan efektifitas waktu akan memberikan keuntungan lebih kepada orang yang melakukannya. Maka siapapun yang melakukannya akan memperoleh keuntungan di dunia dan akhirat apabila segala yang ia perbuat dengan niat beribadah kepada Allah S.W.T. Dalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu bukan saja harus efektif dan efisien, namun juga harus didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia, berarti keimanan tersebut tidak diamalkan. Islam mengajarkan carilah keuntungan akhirat tapi jangan lupakan keuntungan dunia.

Dalam ekonomi Islam tidak dikenal adanya permintaan uang untuk spekulasi karena uang bukanlah komoditas yang dapat diperdagangkan secara bebas. Ekonomi Islam juga tidak mengenal bunga, karena bunga sesungguhnya telah jatuh ke dalam kategori riba. Islam juga tidak mengenal konsep nilai waktu uang. Di mata Islam yang bernilai adalah waktu itu sendiri, nilai ekonomis waktu. Penghargaan Islam atas waktu tercermin dari banyaknya sumpah Allah yang terdapat dalam Alquran, yang menggunakan terminologi waktu. Misalnya demi masa, demi waktu dhuha, demi waktu fajar, demi waktu ashar, demi waktu malam dan masih banyak lagi. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah juga pernah bersabda, “Waktu itu seperti pedang, jika kita tidak bisa menggunakannya dengan baik, ia akan memotong kita. ” Sedangkan Sayyid Qutb juga mengatakan, waktu adalah hidup.

Namun penghargaan Islam terhadap waktu ini tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau persentase bunga tetap. Karena hasil yang nyata dari pemanfaatan waktu ini bersifat variabel, tergantung pada jenis usaha, sektor industri, keadaan pasar stabilitas politik dan masih banyak lagi. Islam mewujudkan penghargaan pada waktu dalam bentuk kemitraan usaha dengan konsep bagi hasil. Oleh karena itu, menurut Islam uang tidaklah memiliki nilai waktu. Tetapi waktulah yang memiliki nilai ekonomi, tergantung bagaimana cara penggunaannya. Waktu akan memiliki nilai ekonomi jika waktu tersebut digunakan dengan baik dan bijak. Selama manusia menggunakan waktunya untuk hal produktif tentunya waktu tersebut semakin bernilai, maka ada perbedaan nilai antara waktu seseorang dengan yang lainnya walaupun jumlahnya sama.

 

Norma atau praktek yang dapat diterapkan dalam Lembaga keuangan syariah.

Ekonomi Syariah merupakan ekonomi yang berlandaskan hukum syariah, sehingga dalam penerapannya berdasarkan syariah. Sumber hukum yang digunakan sebagai landasan ekonomi syariah diantaranya adalah Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijtihad.

Dalam pandangan sejarah, hukum Syariah dapat dikategorikan kedalam dua sumber utama, yang pertama ialah yang dibentuk pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw, sedangkan yang kedua ialah hukum Syariah yang ‘diturunkan’ oleh para umat Islam setelah kematian Nabi Muhammad saw.

Sumber hukum yang diakui sebagai landasan ekonomi Islam terdiri dari: Norma ekonomi Syariah adalah aturan-aturan atau ketentuan aktivitas ekonomi yang berlandaskan pada syariat Islam. Dengan terbentuknya norma maka akan terbentuk sebuah etika seperti halnya dalam norma ekonomi Islam. Norma - norma tersebut kemudian membatasi sikap atau prilaku dalam bisnis Syariah dan hal tersebutnya yang menjadi ciri khas bisnis Syariah. Menurut Lewis, norma pada sistem ekonomi Syariah yang tidak bisa dilepaskan dari lembaga keuangan Syariah ialah sebagai berikut 

1.  Riba dilarang dalam segala bentuk transaksi dalam sistem ekonomi Syariah, terdapat satu aspek yang masih sangat kontroversial bertentangan dengan sudut pandang barat. Aspek tersebut adalah pelarangan riba (bunga). Pembayaran dan penggunaan riba yang berlaku dalam sistem perbankan konvensional sudah jelas larangannya. Hal ini jelas tercantum dalam Quran.

2.  Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal, berizin). Aktivitas finansial Syariah memiliki aturan yang ketat. Oleh sebab itu, bank Syariah tidak dapat melalukan transaksi yang diharamkan dalam Islam (seperti, penjualan minuman beralkohol, daging babi, dll). Secara lebih lanjut, dalam memenuhi kebutuhan umat Islam, lembaga keuangan dituntut untuk memprioritaskan produksi kebutuhan pokok kelompok Islam pada umumnya. Sebagaimana dalam tuntunan Syariah, berpatisipasi dalam produksi dan pemasaran barang mewah merupakan hal yang tidak dapat diterima dalam pandangan agama ketika kelompok muslim dalam keadaan serba kekurangan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan, kesehatan dan pendidikan).

3.  Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi atau analisa yang tidak tentu). Larangan dalam mengadu keuntungan secara eksplisit tercantum dalam Quran (AlMaidah:90-91). Dalam ayat tersebut digunakan istilah maysir yang berarti permainan berbahaya, berasal dari kata yusr, bermakna bahwa pelaku maysir berpacu untuk mendapatkan harta tanpa upaya kerja keras, dan istilah tersebut berlaku pada setiap praktik judi (gambling). Perjudian dalam segala bentuknya merupakan hal yang terlarang dalam hukum Islam. Secara eksplisit, hukum Islam juga melarang segala jenis aktivitas ekonomi yang mengandung elemen gambling tersebut. Memperkaya diri melalui judi dan mengadu nasib merupkan hal terlarang berdasar Syariah. Elemen yang lain yang dihindari dalam Islam ialah segala jenis transaksi yang melibatkan unsur spekulasi (gharar). Hukum riba dan maysir tercantum/diatur dalam Quran, sedangkan larangan gharar tercantum dalam Hadist. Dalm istilah perdagangan/jual beli, gharar adalah kegiatan transaksi berupa tindakan spekulasi yang sangat beresiko, meskipun unsur keragu-raguan dapat diperbolehkan pada kondisi darurat. Dalam konteks umum, pengambilan keputusan dengan mengabaikan aturanaturan hukum dasar yang berkaitan dengan pertimbangan suatu objek sama saja turut serta dalam mengambil resiko ketidakpastian. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang diterima dan serupa dengan spekulasi karena ketidakpastian. Transaksi spekulatif seperti inilah yang pada dasarnya dilarang.

4.   Zakat harus disalurkan oleh lembaga keuangan sebagai social benefit. Berdasarkan Quran, Allah memiliki semua kekayaan dan sumberdaya dimuka bumi dan alam semesta. Kepemilikan/hak milik memiliki fungsi sosial dalam Islam yang harus digunakan untuk kepentingan sosial/umat. Keadilan sosial merupakan hasil dari pengaturan masyarakat dalam pranata sosial dan sudut pandang hukum Islam (hal ini termasuk menggunakan pekerja produktif dan pemberian kesempatan yang sama dalam bekerja, tidak ada perbedaan kaya dan miskin). Keadilan dan kesetaraan dalam Islam bermakna bahawa orang-orang harus memiliki kesempatan yang yang sama tanpa memandang perbedaan status sosial (Chapra, 1985). Bagaimanapun, sangatlah penting dalam sebuah pemerintahan Islam unutk menjamin level substansial di masyarakat (makanan, pakaian, perawatan kesehatan, dan pendidikan).

5.  Segala aktivitas harus sesuai dengan prinsip agama Islam, dengan Dewan Syariah khusus sebagai supervisor atau penasehat terhadap kelayakan bentuk transaksi/produk ekonomi.

 

Referefensi

Badruzaman, Dudi. "Implementasi Hukum Ekonomi Syari'ah Pada Lembaga Keuangan Syariah." None 2.2 (2019): 82-95.

Budiono, Arief. "Penerapan prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah." Law and Justice 2.1 (2017): 54-65.

Cahyanti, Irni Sri. "Sumber dan Norma Ekonomi Syariah di Lembaga Keuangan Syariah Bank dan Non Bank." Jurnal Shidqia Nusantara 1.1 (2020): 1-10.

Elvira, Rini. "Pandangan Ekonomi Islam Terhadap Nilai Waktu Uang." JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan 1.2 (2014).

Mansur, Ahmad. "Konsep Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional." Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 12.1 (2009): 155-179.

Muhtadi, Ridan, et al. "Konsep Waktu Pada Sistem Time Value of Money Dan Economic Value of Time; Perspektif Islam." Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman 3.1 (2017): 61-73.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tugas Kelompok - Analisa Laporan Keuangan Bank Muamalat Laporan Keuangan Maret 2022

SOAL UAS - PERBANKAN SYARIAH

Transaksi Spot, Forward dan Swap Sebagai Alat Pengendalian Risiko